A. LATAR BELAKANG
Pengertian Kawin
kontrak disebut juga Kawin Mut’ah atau kawin wisata atau yang lebih populer
disebut kawin kontrak adalah kawin yang dibuat atas dasar
kontrak atau perjanjian, yang jangka waktunya terserah perjanjian yang telah disetujui oleh kedua belah pihak. Boleh satu
tahun, boleh satu bulan, boleh satu hari, boleh satu jam dan boleh hanya untuk main-main. Sedang jumlah wanita yang di-Mut’ah terserah kepada si laki-laki,
boleh berapa saja, terserah kekuatan dan minat si laki-laki. Mereka tidak saling mewarisi bila salah satu
pelakunya mati, meskipun masih dalam batas waktu yang disepakati. Juga tidak
wajib memberi nafkah dan tidak wajib memberi tempat tinggal. Mut’ah
dilakukan tanpa wali dan tanpa saksi, begitu pula tanpa talaq dan habis begitu saja pada akhir waktu yang disepakati. Pelakunya boleh perjaka atau duda, bahkan
yang sudah punya istri. Sedang si-wanita boleh masih perawan atau sudah janda.
Kawin Kontrak adalah pernikahan dengan waktu
batas tertentu, yang dilakoni oleh sebagian masyarakat dalam bentuk penyimpangan terhadap prinsip-prinsip Islam. Kawin Kontrak itu hubungan pernikahan yang disepakati, dan berlangsung dalam batas waktu tertentu. Dalam konteks hanya untuk pemenuhan kebutuhan biologis dan berakhir dalam waktu yang telah disepakati, maka hal ini tidak dibolehkan dalam ajaran Islam.
Setelah
Kota Bandung memilki sebutan sebagai kota wisata sex (kompasiana.com) kini ada sebuah kota kecil masih di Jawa
Barat telah memiliki sebutan yang tak kalah hebohnya dengan kota Bandung, yaitu kota
Cisarua Puncak, Bogor mendapat sebutan sebagai Kota Kawin Kontrak. Sebutan tersebut kini semakin melekat di telinga, bahkan telah meyebar ke penjuru dunia, kalau kota
kecil Cisarua Puncak, Bogor sebagai pusat wisata yang menjajakan paket wisata
Kawin Kontrak. Tentunya hal ini dapat menjadi kajian bagi pemerintah khususnya
kementrian Pariwisata.
Selain alamnya yang indah dan berhawa
sejuk, kawasan Puncak memang menyimpan fenomena unik terkait kawin
mut’ah alias
kawin kontrak. Antara Juli hingga September, vila di Warung Kaleng,
Desa Tugu, Cisarua, dipenuhi para turis mancanegara asal Timur Tengah dan
sejumlah warga negara Eropa. Kawin kontrak itu
berlangsung, sama seperti tahun-tahun sebelumnya, bulan Mei dan Juni merupakan
musim kawin kontrak karena para turis asal Timur Tengah, terutama dari Arab
Saudi, Irak, dan Iran, berlibur ke kawasan Puncak, Jawa Barat. Mereka biasanya
menghabiskan waktu liburan di kawasan tersebut hingga tiga bulan ke depan. Selama musim liburan
itu, para turis tersebut tinggal di sejumlah hotel dan wisma di daerah Tugu
Selatan dan Tugu Utara, Kecamatan Cisarua. Karena terjadi setiap tahun, warga
setempat kerap menyebutnya sebagai “musim
Arab”. Mereka
selama ini tinggal di daerah Warung Kaleng, Tugu Utara. Di sini juga terdapat
wilayah yang dinamakan perkampungan Arab.
Khusus di kawasan Warung Kaleng atau
orang Arab menyebutnya dengan istilah "jabal"
(gunung dalam bahasa Arab), selain sejuk, pria Arab memilih tempat tersebut
karena memang terkenalnya sebagai tempat kawin kontrak dengan wanitanya yang
juga terkenal cantik. Kedatangan
para wisatawan Arab itu pun kini sudah sangat terorganisasi. Turun dari Bandara
Soekarno-Hatta, dihadapan para sopir taksi, mereka tinggal menyebut kata “jabal”
(bahasa arab), dan sampailah mereka di Warung Kaleng. Kini hampir 90 persennya
penghuni, Warung Kaleng adalah warga Arab. Begitu juga dengan bahasa
sehari-hari di daerah itu. Bahkan seluruh fasilitas, baik vila, wartel, travel,
toko disana bertuliskan bahasa Arab (lampungpost.com).
B. PENJELASAN
Budaya
masyarakat Indonesia sekarang ini sudah sangat berubah dari yang dahulu. Kesopanan,
adat istiadat, tutur bahasa, dan adab-adab yang lain menjadi hal yang tidak
penting lagi untuk dilakukan. Kebudayaan Indonesia menjadi hilang arah tak
menentu, luntur akibat masyarakat Indonesia tak bisa lagi mensortir
budaya-budaya asing yang masuk.
Budaya di daerah Cisarua Puncak Bogor
dahulunya tak kelam seperti sekarang, karena adat istiadat sunda sangat
terkenal dengan penuh ramah tamah, keseganan, dan religi yang sangat kental.
Akibat wisata puncak Bogor yang sangat ramai setiap weekend, membuat wisata ini
dipenuhi dengan para wisatawan dari dalam dan luar kota, bahkan para turis
mancanegara. Maka dari itu budaya para turis mulai menggeser budaya Sunda
sedikit demi sedikit.
Sebagai contoh budaya dalam berpakaian,
kini telah berubah drastis, karena budaya “gaul / ngetrend” menjadi kiblat para
anak muda jaman sekarang. Sehingga perlahan-lahan menggeser norma, adat, dan
kebiasaan orang pada jaman dulu. Seperti budaya “Kawin Kontrak” yang sedang
marak-maraknya terjadi.
Kawin Kontrak yang ada di Cisarua Puncak adalah budaya baru yang hadir
di masyarakat yang mana merupakan sebuah kebiasaan yang
terus-menerus dilakukan
sehingga menjadi sebuah kebiasaan yang pada akhirnya menjadi sebuah kebudayaan. Adanya sebuah trend baru dimasyarakat
yang tanpa kita sadari, telah menjadi sebuah kebiasaan atau mungkin telah
menjadi budaya yang dapat dilakukan setiap waktu.
Jika kebiasaan yang terjadi di Cisarua
Puncak, Bogor terjadi terus menerus, hingga akhirnya orang-orang disekitarnya
menerima dan akhirnya menjadi rutinitas sehari-hari maka akan lahirlah sebuah
kebudayaan baru di negeri ini, yaitu Budaya Kawin Kontrak. Yang pada akhirnya
kebudayaan tersebut tidak lagi menjadi barang haram, semua orang akan
mengatakan biarlah itu berlangsung, toh semua itu telah menjadi kebiasaan kita
juga.
Tatanan budaya Indonesia kini menjadi
hal yang sangat rentan akan hilang atau tergeser. Mengapa tidak, karena zaman
sekarang sudah banyak budaya-budaya baru yang bermunculan. Kawin kontrak pun
perlahan-lahan mulai diterima oleh masyarakat, dan akhirnya menjadi budaya yang
terbiasa orang melakukannya. Sudah tidak asing lagi jika masyarakatpun mulai
menikmati juga kebudayaan ini.
C.
UNSUR KEJAHATAN YANG MUNCUL
Gaya baru dalam menjajakan
kepuasan sexualitas yang lahir didaerah Cisarua Puncak Bogor dilakoni oleh
masyarakat yang ternyata bukan asli dari daerah Cisarua. Malahan dari luar kota
seperti, Bandung, Jakarta, dan masih banyak lagi para pendatang-pendatang dari
luar daerah. Pada umumnya para pelaku kawin kontrak berumur 17 sampai 35, baik
itu masih perawan atau janda. Banyak faktor yang melatarbelakangi mereka
melakukan kawin kontrak, seperti faktor ekonomi, lingkungan, trauma atau
kekecewaan terhadap pria yang berakibat si pelaku anti terhadap pria asli
Indonesia.
Budaya kawin kontrak ini sudah
berlangsung belasan tahun, perilaku kawin kontrak dengan berzina sangat tipis perbedaannya dan tidak ada substansi apa-apa selain pemenuhan kebutuhan
biologis semata. Hal ini sangat jauh dari ajaran Islam, begitu juga
dengan peraturan hukum yang diterapkan di Negara Indonesia Munculnya
draf RUU Peradilan Agama bidang Perkawinan yang antara lain melarang nikah
siri alias pernikahan tanpa kehadiran pejabat resmi pernikahan dan
kawin kontrak, membuat para pelaku kawin
kontrak berang sehingga melakukan unjuk rasa.
Pasal 144 menyebutkan,
pelaku kawin kontrak diancam pidana maksimal tiga tahun penjara dan
perkawinannya batal demi hukum.
Kalau
dipandang dari sudut moral,
atau dari definisi kawin memang kawin kontrak
ini tidak benar dan tidak sesuai lebih
banyak kesan buruk yang berlaku
daripada kesan baiknya. Hanya saja para
penjajak sex menghalalkan perbuatan ini dengan berbagai macam alasan. Para
wisatawan asing inipun berkelak tidak ingin
mencari atau memakai seorang pelacur, padahal wanita-wanita yang
menjalani kawin kontrak tersebut juga berganti-ganti pasangan setiap saat.
Hanya saja mereka memakai sistem yang berbeda dan sudah terorganisir ketimbang
seorang pelacur yang kebanyakan berdiri dipinggir jalan.
Berbagai faktor pencetus lahirnya budaya Kawin Kontrak menjadi alasan untuk
membenarkan kegiatan ini. Namun, tak sedikit para pelaku Kawin Kontrak berasal
dari coba-coba hingga akhirnya ketagihan untuk melakukannya terus-menerus
karena terlena dengan keuntungan melakukan Kawin Kontrak. Tetapi, ada juga yang
mencoba untuk lepas dari para “germo”
Kawin Kontrak karena sering disiksa oleh suami kontraknya.
Faktor ekonomi, himpitan tekanan dari kemiskinan membuat mereka menjual
diri. Lingkungan masyarakat yang serta merta mendukung Kawin Kontrak, membuat kontrol sosial menjadi tak berfungsi. Akibat
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) membuat para wanita menjadi trauma untuk
menikah lagi, sehingga muncul rasa kekecewaan terhadap para pria. Semua itu
merupakan pemicu-pemicu lahirnya Budaya Kawin Kontrak.
D. DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF BUDAYA KAWIN KONTRAK
Kawin kontrak bagi sebagian orang terdengar halal, padahal dibalik itu
sangat banyak mudharatnya. Apalagi
jika diikuti dengan rasa nafsu belaka demi memenuhi kebutuhan biologis yang
hanya sesaat. Dampak negatif dari adanya kawin kontrak adalah bisa terjangkit
penyakit seks yang menular seperti HIV/AIDS, ruginya kaum perempuan, dan
melebarnya kawasan maksiat serta mencakup anak-anak dibawah umur. Sedangkan
dampak positifnya hanya untuk masyarakat setempat .
Kalau sudah begini perempuan yang
menjadi korban, dan ketiadaan akan perlindungan dari hukum akibat Kawin Kontrak
yang membuat para perempuan ini tidak tahu untuk berlindung atau bahkan melapor
dimana. Apalagi pemerintah setempat ikut serta melindungi perbuatan maksiat
ini, karena mereka juga mendapat imbalan dari para “germo”. Akibat bobroknya moral bangsa, kebudayaan Indonesia yang
dahulu kini hanya menjadi kenangan, yang mungkin tidak bisa dikembalikan lagi
seperti dahulu. Apabila pemerintah tegas, pasti wisata Kawin Kontrak ini
lama-kelamaan akan hilang walaupun jika dilihat mungkin akan susah untuk
dibasmi sekaligus.
Setidaknya Budaya Kawin Kontrak ini akan terkikis dengan adanya
peraturan-peraturan yang tegas yang dijalankan oleh aparat pemerintah. Begitu
juga masyarakat setempat disosialisasikan dengan baik oleh Dinas Sosial
setempat, agar pemikiran-pemikiran mereka tentang keuntungan Kawin Kontrak
hilang dengan memberitahukan kepada mereka apa saja dampak positif dan
negatifnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar